Bidadari untuk ikhwan

Teladan orang-orang yang bercinta adalah Baginda Nabi saw. Cinta sejati adalah cintanya sepasang pengantin yang telah diridhai Allah swt dan didoakan seratus ribu malaikat penghuni langit. Tak ada perpaduan kasih lebih indah dari pernikahan, demikian sabda baginda Nabi saw.
Setelah melihat Nissa yang tiada lain adalah calon bidadariku, belahan jiwa yang akan mendampingi hidupku, tak bisa kupungkiri aku didera rasa cinta yang membuncah-buncah. Inilah cintaku yang pertama, dan Nissa adalah gadis pertama yang menyentuh hatiku dan menjajahnya.


Waktu di As-salam dulu, aku pernah naksir pada seorang gadis tapi tak pernah sampai menyentuh hati. Tak pernah sampai merindu dendam. Aku bahkan tak punya keberanian untuk sekedar menyapanya atau mengingat namanya. Diriku yang saat itu hanya berstatus sebagai khadim romo kiai, batur para santri, tak berani sekedar mendongakkan kepala kepada seorang santriwati.
Juga selama di Kairo, sampai Nissa membuka cadarnya di rumah Syaikh Utsman. Kuakui ada satu nama yang membuatku selalu bergetar bila mendengarnya, namun tak lebih dari itu. Aku merasa sebagai seekor punguk dan seluruh mahasiswi Indonesia di Kairo adalah bulan. Aku tidak pernah berusaha merindukannya. Dan tak akan pernah kuizinkan diriku merindukannya. Karena aku merasa itu sia-sia. Aku tak mau melakukan hal yang sia-sia dan membuang tenaga.
Aku lebih memilih mencurah seluruh rindu dendam, haru biru rindu dan deru cintaku untuk belajar dan menggandrungi Al-Qur’an. Telah kusumpahkan dalam diriku, aku tak akan mengulurkan tangan kepada seorang gadis kecuali gadis itu yang menarik tanganku. Aku juga tak akan membukakan hatiku untuk mencintai seorang gadis kecuali gadis itu yang membukanya. Bukan suatu keangkuhan tapi karena rasa rendah diriku yang selalu menggelayut di kepala.

aku adalah lumpur hitam
yang mendebu
menempel di sepatu dan sandal
hinggap di atas aspal
terguyur hujan
terpelanting
masuk comberan
siapa sudi memandang
atau mengulurkan tangan?
tanpa uluran tangan Tuhan
aku adalah lumpur hitam yang malang

Allah swt telah mengucapkan kun! Lumpur hitam pun dijelma menjadi makhluk yang dianugerahi kenikmatan cinta yang membuncah-buncah dan rindu yang berdebam-debam. Seorang bidadari bermata bening telah disiapkan untuknya. Fa bi ayyi alaai Rabbikuma tukadziban! Maka nikmat Allah kamu yang manakah yang kamu dustakan.

Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari
yang baik-baik lagi cantik-cantik.
Maka nikmat Allah kamu yang manakah yang kamu dustakan.
Bidadari-bidadari yang jelita, putih bersih dipingit dalam rumah.
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan.(Surat Ar-Rahman: 70-73)

Belum juga masuk surga, Allah telah begitu pemurah memperlihatkan seorang bidadari yang baik dan cantik, bidadari yang putih bersih bernama Nissa. Maka nikmat Allah kamu yang manakan yang kamu dustakan?
Maka tiada henti menangis kepada Allah, merasa terlalu agung anugerah yang dilimpahkan oleh-Nya kepadaku yang lumpur hitam. Mengiba-iba kepadaNya kiranya anugerah ini bukan bentuk istidraj, bukan bentuk nikmat yang sejatinya azab. Dalam sujud tangis di keheningan malam kuisakkan seribu doa dari ratapan jiwa. Doa Adam, doa Ibrahim, doa Ayyub, doa Ya’qub, doa Daud, doa Sulaiman, doa Zakariya, doa Muhammad, doa seribu nabi, doa seribu wali, dan doa seribu sufi yang telah mereguk cinta hakiki dan melahirkan sejuta generasi rabbani.

Bidadari Bermata Beningku,

Mungkin matamu memang bening
Aku hanya berani mengira-ngira
Aku tidak berani menatapnya
Itu belum menjadi hakku
Aku tidak berani melukiskannya dalam anganku
Aku takut memikirkanya
Ana uhibbuka fillah

Bidadari Bermata Beningku,

Namamu tak terukir dalam catatan harianku
Asal-usulmu tak hadir dalam diskusi kehidupanku
Wajah wujudmu tak terlukis dalam sketsa mimpi-mimpiku
Indah suaramu tak terekam dalam pita batinku
Namun kau hidup mengaliri pori-pori cinta dan semangatku
Karena dirimu adalah anugrah terindah dari Allah untukku
Ana uhibbuka fillah

0 komentar:

Posting Komentar

Website Syababul Huda Mahabbah Qolbu 2011